Beranda | Artikel
Diam Yang Dilarang
2 hari lalu

Diam Yang Dilarang adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 19 Muharram 1447 H / 15 Juli 2025 M.

Kajian Tentang Diam Yang Dilarang

Pembahasan kita masuk pada Bab Larangan Bersikap Diam dari Pagi hingga Malam dengan Niat Ibadah kepada Allah. Ini termasuk hal yang dilarang. Sikap diam yang dianggap sebagai ibadah adalah tradisi orang-orang jahiliyah dahulu. Ada sebagian sahabat yang belum mengetahui larangan tersebut, sehingga mereka melakukannya. Disebutkan dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata:

حفِظتُ عن رسولِ اللَّهِ صلَّى اللهُ علَيهِ وسلَّمَ لا يُتْمَ بعدَ احتِلامٍ ولا صُماتَ يَومٍ إلى اللَّيلِ

“Aku hafal dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa tidak disebut yatim setelah baligh, dan tidak ada diam sepanjang hari hingga malam.” (HR. Abu Dawud)

Al-Imam Al-Khaththabi Rahimahullahu berkata tentang makna dari hadits ini: “Salah satu bentuk ibadah orang-orang jahiliyah dahulu adalah bersikap diam. Maka setelah datangnya Islam, Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang perbuatan tersebut. Kaum Muslimin diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk memperbanyak zikir dan mengucapkan kalimat-kalimat yang baik.”

Salah satu bentuk ibadah orang-orang jahiliyah dahulu adalah bersikap diam, tidak berbicara dari pagi hingga malam hari. Hal ini kemudian dibatalkan oleh Islam, karena tidak ada larangan untuk berbicara selama yang dibicarakan adalah hal-hal yang baik.

Namun, dalam satu sisi, diam bukanlah bentuk ibadah. Artinya, seseorang yang banyak diam dan tidak banyak berbicara, menjaga lisannya, maka hal ini termasuk sebab keselamatan. Ia selamat dari dosa lisan, selamat dari kesalahan dalam berbicara.

Pada hakikatnya, kita dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk memilih antara dua hal: diam atau berbicara yang baik. Sebagaimana sabda beliau dalam hadits sahih riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi Pada hakikatnya, menjaga lisan dan tidak banyak berbicara adalah hal yang dianjurkan dalam Islam. Orang yang banyak diam lebih selamat. Lisannya terjaga dari kesalahan, selamat dari ghibah. Jika seseorang menjaga dirinya, ia akan menjaga lisannya, maka insyaAllah ia akan selamat. Namun, ketika seseorang menyerupai tradisi orang-orang jahiliyah dahulu, yaitu menganggap ibadah dengan cara berniat untuk diam dan tidak berbicara sejak pagi hingga malam hari, hal ini tidak dibenarkan. Inilah yang dibatalkan oleh Islam.

Kemudian Dari Qais bin Abu Hazim Rahimahullah, beliau berkata,

دَخَلَ أَبُو بَكْرِ الصَّدِيقُ الله عَلَى امْرَأَةٍ مِنْ أَحْمَسَ يُقَالُ لَهَا: زَيْنَبُ، فَرَآهَا لَا تَتَكَلَّمُ فَقَالَ: مَا لَهَا لَا تَتَكَلَّمُ ؟ فَقَالُوا : حَجَّتْ مُصْمِتَةً، فَقَالَ لَهَا: تَكَلَّمِي فَإِنَّ هَذَا لَا يَحِلُّ، هُذَا مِنْ عَمَلِ الْجَاهِلِيَّةِ، فَتَكَلَّمَتْ.

“Suatu ketika Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu masuk menemui seorang wanita dari Ahmas yang bernama Zainab, Abu Bakar melihatnya diam tak berkata-kata, maka dia bertanya, ‘Mengapa dia (Zainab) diam saja?’ Orang-orang menjawab, ‘Dia memang sengaja diam.’ Maka Abu Bakar berkata kepada zainab, ‘Berbicaralah, karena hal ini (berhaji disertai niat tidak berbicara) tidak benar, ini termasuk perbuatan jahiliyah.’ Maka dia (zainab) pun berbicara.” (HR. Bukhari)

Apa yang dibawakan oleh Imam An-Nawawi Rahimahullah dalam hadits ini—atau yang dinukil oleh beliau dalam hadits Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu—menunjukkan bahwa :

Pertama adalah kewajiban menyelisihi perbuatan dan keadaan orang-orang jahiliyah. Sebagai seorang Muslim, setelah datangnya Islam, kita diperintahkan dan berkewajiban untuk menyelisihi perbuatan-perbuatan orang-orang jahiliyah terdahulu.

Kedua, tidak disebut seseorang sebagai yatim ketika sudah baligh.

Ketiga, bahwa bersikap diam atau menahan lisan dari berbicara secara mutlak bukan termasuk syiar-syiar ibadah. Ini bukan bagian dari syiar agama. Karena agama ini memerintahkan, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun, menganggap diam itu sebagai bentuk ibadah, atau meniatkan sikap diam sebagai ibadah, maka ini tidak dibenarkan.

Kemudian, diambil dari hadits ini bahwa kita dianjurkan, bahkan diperintahkan, untuk mengucapkan kalimat-kalimat yang baik dan berbicara dengan ucapan yang baik. Dalam Islam terdapat al-amru bil-ma’ruf, yaitu perintah untuk melakukan kebaikan, dan an-nahyu ‘anil-munkar, yaitu larangan dari perbuatan mungkar dan semua itu dilakukan dengan lisan.

Salah satu sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  adalah ifsya’us-salam: menebarkan salam. Termasuk juga mengajarkan ilmu kepada manusia. Semua itu dilakukan dengan lisan. Maka, jika lisan ditempatkan pada tempatnya digunakan untuk berbicara yang baik, mengajarkan kebaikan, menyampaikan ilmu, serta dalam al-amru bil-ma’ruf dan an-nahyu ‘anil-munkar itu semua adalah perkara yang dianjurkan, dan hal itu tentu dilakukan dengan berbicara.

Kemudian, apabila ada seseorang yang bersumpah, misalnya dengan mengatakan, “Demi Allah, aku tidak akan bicara hari ini,” atau berkata, “Wallahi, aku tidak akan berbicara dari pagi sampai malam,” maka dia wajib membatalkan sumpahnya dan membayar kafarat sumpah. Tidak boleh dia mempertahankan sumpah tersebut.

Ini semua adalah pelajaran bagi kita. Secara umum, memang dianjurkan untuk tidak banyak berbicara. Namun, jika memang diperlukan, maka berbicaralah. Inilah Islam: meletakkan sesuatu pada tempatnya dan mengambil sikap yang pertengahan.

Ketika diperlukan untuk berbicara menyampaikan kebaikan, menasihati orang yang datang meminta nasihat, mengajarkan ilmu, melakukan amar makruf nahi mungkar, berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan zikir yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka kita dianjurkan untuk mengucapkan kalimat-kalimat tersebut. Namun, apabila seseorang tidak melakukan hal-hal itu, maka hendaknya ia diam.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55341-diam-yang-dilarang/